
'Keadilan Sosial Bersepakbola Bagi Seluruh Rakyat Indonesia'. Begitulah rangkaian sederet huruf kapital hitam di dalam spanduk-spanduk berukuran jumbo yang terpampang di seputaran kawasan Bandung Wetan (Bawet), kawasan Balubur, Kota Bandung, Minggu (10/3/2013).
Spanduk-spanduk itu mengiringi sebuah aktivitas turnamen street soccerbertajuk League of Change di sebuah lapangan sepakbola mini hasil "sulapan" warga sekitar dan juga para penggiat ajang tersebut. Lahan kosong di Kecamatan Bandung Wetan yang semula kumuh itu pun dimanfaatkan menjadi ruang terbuka bagi publik untuk bermain sepakbola. Lokasinya tepat di bawah Jembatan Pasupati yang menjadi saksi gelaran tersebut.
Turnamen yang sudah diadakan sejak tahun lalu dan digagas Rumah Cemara itu dimeriahkan oleh tim-tim dari sembilan kota besar Indonesia.
Puluhan peserta sebelumnya long march dari area Car Free Day (CFD) Dago pada Minggu (10/3/2012) pagi menuju lapangan Bawet. Mereka membawa papan bertulis nama masing-masing provinsi yang berlaga dalam turnamen yakni DKI Jakarta, Jabar, Banten, Yogyakarta, Jatim, Sulsel, Sumut, Jateng, dan Bali. Adu bola kaum marginal ini terbagi 9 tim pria, dan 4 tim putri.
Saat tiba di arena mereka disambut oleh iringan lagu Indonesia Raya yang diputar panitia melalui pengeras suara. Mereka bernyanyi bersama saat suara deru lindasan kendaaran terdengar melintasi jalanan jembatan.
Secara simbolis Ketua Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jabar Brigjen Pol Anang Prananto kemudian didaulat membuka kegiatan itu dengan menyepak si kulit bundar.
"Saya bangga dengan konsep sepak bola seperti ini. Jabar khususnya Kota Bandung sebagai pelopor turnamen yang pesertanya kalangan dari ODHA, dan warga miskin kota," jelas Anang usai membuka kegiatan.
Founder and co-Director Rumah Cemara, Ginanjar Koesmayadi, menyebutkan ajang LoC 2013 digelar 10-12 Maret. Tujuan LoC, sambung Ginan, guna meningkatkan kualitas hidup ODHA melalui sepak bola, dan menghapus stigma serta diskriminasi terhadapa HIV.
"Maka itu kegiatan ini melibatkan ODHA, pengguna narkoba, dan masyarakat kurang beruntung. Selain itu, melibatkan juga masyarakat umum untuk lebih memahami permasalahan HIV dan AIDS melelui media berbeda," kata Ginan.
Warga sekitar tampak terhibur hadirnya sepakbola ala kalangan terpinggirkan. Momen tersebut dimanfaatkan warga membuka warung dadakan yang menyajikan makanan dan minuman. Di lapangan berukuran 26 x 15 meter, para peserta serius bertarung. Keringat pemain bercucuran dalam durasi pertandingan 2 x 7 menit.
Sorak sorai puluhan pendukung peserta turnamen pun seperti bergumuruh menenggelamkan suara kendaraan yang melintas deras di atas Jembatan Layang Pasupati. Riuh warga meramaikan suasana guna memberikan dukungan untuk para kalangan marjinal tersebut dalam membuktikan diri bahwa mereka masih dapat berprestasi.
Para pesepakbola itu sekaligus mengusung mimpi untuk tampil membawa kehormatan 'Merah Putih' dalam gelaran Homeless World Cup 2013 di Polandia, mengingat turnamen yang digelar sampai Selasa (12/3) lusa ini sekaligus menjadi ajang seleksi untuk memilih pemain-pemain terbaik.
Posting Komentar